Menjadi seorang mahasiswa rantau tentu sangatlah banyak yang perlu dikorbankan, jarak yang jauh mengharuskan untuk kos. Selain itu, perasaan rindu akan keluarga dan lingkungan tempat tinggal kerap hadir dan menghantui. Namun dengan kesungguhan dan keinginan untuk maju, hal itu semua merupakan sebuah tantangan bagi Yusra, seorang pemuda asal Padang yang tinggal di Jambi harus merantau ke Bogor untuk melanjutkan studi Sarjana. Selain itu, dukungan keluarga sangatlah besar khususnya kedua orang tua yang menginginkan anaknya berhasil, ditambah Yusra merupakan anak pertama yang memiliki tugas untuk dapat menginspirasi dan menjadi contoh untuk adik-adiknya kelak.
Di tahun pertama semua berjalan dengan lancar, adaptasi yang dilakukan oleh Yusra semua berjalan sesuai rencana baik dari segi akademik maupun lingkungan sosial.
Memasuki tingkat dua beberapa cobaan hadir, ibunda Yusra mengidap kanker yang mana membuat Yusra menjadi khawatir akan kondisinya. Saat itu libur semester Yusra sedang kembali ke Jambi untuk membayar kerinduan pada keluarga dan menemani sang ibunda yang sedang sakit. Kondisi saat itu masih dapat terkendali, sebelum berangkat kembali ke Bogor Yusra memastikan semua dalam kondisi normal. Meskipun demikian secara finansial di tingkat dua ini, Yusra harus dapat berhemat karena uang saku yang diberikan orang tua tidak sebesar saat di tingkat pertama. Hal ini terjadi karena ekonomi keluarga sedang dalam kondisi menurun selain itu ibunda Yusra yang harus mendapatkan perawatan.
Meski demikian hal tersebut tidaklah menurunkan semangat berkuliah pada diri Yusra. Ia berkuliah seperti biasanya, adapun permasalahan hidup yang dialami dapat diselesaikan dengan baik. Namun lambat laun masalah-masalah kecil dan cobaan sebagai rintangan tak henti-hentinya menghampiri. Yusra mengalami penurunan pada nilai akademik, hal ini membuat sedikitnya kecewa pada dirinya yang tak mampu mempertahankan nilai yang baik.
Namun kekecewaan yang ada pada dirinya perlahan telah hilang, Yusra tetap menghadapi semua kondisi yang ada tanpa harus menyerah. Perjuangan keras yang dialaminya, ia yakini sebagai pengorbanan atas kesuksesannya nanti di masa depan.
Kehidupan di tingkat satu dengan tingkat berikutnya sangatlah berbeda, terjadi perubahan yang sangat signifikan. Berbagai masalah bermunculan khususnya pada finansial untuk bertahan hidup di tempat rantau. Dalam sebulan Yusra harus mengelola uang 500.000 rupiah agar cukup. Tak jarang ia harus makan 1-2 kali dalam sehari. Namun Yusra sangatlah percaya bahwa Tuhan tidak akan membiarkan dirinya selamanya dalam masa sulit. Ia meyakini bahwa akan ada kebaikan yang Tuhan berikan.
Atas dasar keyakinan yang kuat ia mampu mengelola uang 500.000 dengan baik dan dapat memenuhi kebutuhannya dalam satu bulan. Tak jarang rezeki itu datang dari berbagai sumber, ia kadang mendapat makan dari berbagai event yang ia jalankan di kampus, ia juga mendapat upah dari kerja kerasnya mengajar di sekolah, selain itu adanya promo dari apa yang ia beli, teman-teman yang juga sangat baik padanya kadang ada yang traktir kadang ada yang memberi pinjaman.
"Yang penting husnudzon aja si sama Allah, pasti ada aja tiba-tiba dapet gitu. Bahkan dari yang tak terduga sekalipun ada" ujar Yusra saat menceritakan pengalamannya.
Cobaan hidupnya saat berkuliah tak berhenti sampai disana, memasuki tingkat akhir Yusra mengalami kesulitan dalam menyelesaikan skripsinya. Bahkan sulitnya penelitian yang ia ambil, mengharuskan ia untuk mengulang beberapa kali dalam pengambilan data penelitian. Hal ini menjadikan Yusra lulus telat dan perasaan khawatir, panik, takut mulai berdatangan karena yang tersisa saat itu hanya tinggal tiga orang mahasiswa saja dari angkatannya yang belum lulus. Bahkan beberapa diantaranya rekan seangkatannya saat itu sudah banyak yang bekerja sedangkan ia masih pada tahap penelitian.
Lagi-lagi ia percaya bahwa Tuhan akan membantunya, ia meyakini bahwa ini semua hanya masalah waktu saja. Singkat cerita penelitiannya telah selesai, namun saat itu sangat disayangkan saat penyusunan Skripsi dan persiapan Sidang tiba-tiba harus tertunda karena adanya pandemi Covid-19. Hal ini benar-benar diluar dugaannya, namun karena banyaknya masalah dan ujian yang telah ia hadapi mambantunya jauh lebih kuat baik dari mental maupun karakter.
Disamping ia harus menyelesaikan Skripsi, ia mencoba peluang lain dengan bekerja. Tak lama ia mendapat tawaran untuk outsourcing disalah satu perusahaan jasa IT. Disana ia mendalami pemrograman dan disalurkan untuk penempatan kerja di salah satu instansi di Jakarta.
Pada akhirnya Yusra bekerja pada bidang pemrograman hingga saat ini dan ia telah dinyatakan lulus dari kampus beberapa bulan setelah ia masuk bekerja. Sedikit demi sedikit ia mampu memperbaiki kehidupannya dan mampu menyisihkan sebagian rezekinya untuk keluarga di Jambi. Pada tahap ini ia ingin fokus pada keluarga yang selama ini telah mendukungnya.
Pesan yang mungkin kita dapat saat membaca cerita tentang perjalanan Yusra berkuliah adalah, jika meyakini sesuatu hal yang baik maka kita akan menerima hal yang jauh lebih baik. Banyaknya cobaan yang datang tiada henti mampu membangun mental yang kuat dan menjadikan modal untuk menghadapi cobaan yang berikutnya yang mungkin jauh lebih berat dari sebelumnya. Pilihan kita saat menghadapi semua cobaan hanya 2 pilihan menyerah atau menghadapinya? Saat dihadapi dan mampu dilalui maka karakter dan mental kita akan semakin tangguh.
Ketika orang lain setelah lulus kuliah lalu berjuang agar mendapat kerja justru Yusra mampu bekerja sebelum lulus kuliah. Apakah itu merupakan sesuatu kegagalan ketika kita tertinggal? Jelas tidak. Setiap orang memiliki kisah dan rintangan yang berbeda, tertinggal bukan berarti gagal, melainkan sebuah langkah dalam proses yang memang berbeda. Yakinlah bahwa setiap orang memiliki jalannya masing-masing untuk mencapai targetnya.
Komentar
Posting Komentar