Langsung ke konten utama

Analisis Dampak Lingkungan dari Demonstrasi di Indonesia dan Rekomendasi Penanganan

Demonstrasi merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi politik, sosial, dan ekonomi. Namun, dalam skala besar, aksi massa seringkali menimbulkan dampak lingkungan yang tidak dapat diabaikan, mulai dari pencemaran udara, timbulan sampah, kerusakan ruang terbuka hijau, hingga potensi pencemaran air. Situasi ini mendorong perlunya pendekatan integratif dalam melihat demonstrasi, bukan hanya dari sisi politik dan keamanan, tetapi juga dari perspektif lingkungan.

Dampak Lingkungan dari Demonstrasi

1. Pencemaran Udara

Pembakaran ban, sampah, dan material lain menjadi praktik umum dalam unjuk rasa. Studi World Health Organization (WHO, 2021) menyebutkan bahwa pembakaran ban menghasilkan partikel halus (PM2.5 dan PM10), karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO₂), dan senyawa organik volatil (VOC) yang berbahaya bagi kesehatan pernapasan serta berkontribusi pada pemanasan global. Penggunaan gas air mata juga dapat meningkatkan konsentrasi polutan kimia, termasuk klorinasi senyawa organik yang berpotensi mencemari udara dan air (Kaslow et al., 2020).

2. Timbulan Sampah

Demonstrasi dalam skala ribuan orang menghasilkan limbah padat signifikan, terutama sampah plastik sekali pakai, botol minuman, dan selebaran. Tanpa manajemen sampah yang baik, hal ini menyebabkan akumulasi di ruang publik, memperparah penyumbatan drainase perkotaan, dan memicu banjir lokal (Saputra et al., 2022).

3. Kerusakan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Area demonstrasi yang berada di pusat kota sering bersinggungan dengan taman kota atau jalur hijau. Massa yang menumpuk dapat merusak vegetasi, memadatkan tanah, dan mengurangi fungsi ekologis RTH sebagai penyerap karbon dan penurun suhu mikro (Kusmana, 2019).

4. Pencemaran Air

Sampah dan residu bahan kimia berpotensi masuk ke saluran drainase atau sungai terdekat. Penggunaan water cannon yang bercampur zat kimia menambah risiko pencemaran, terutama bila langsung terbuang ke badan air tanpa pengolahan (Rachmawati et al., 2021).

Prediksi Dampak Jangka Panjang

Apabila tidak ditangani, dampak lingkungan dari demonstrasi dapat memicu:

  • Peningkatan beban pencemaran udara kota.

  • Akumulasi sampah di drainase yang meningkatkan risiko banjir.

  • Hilangnya fungsi ekologis RTH perkotaan.

  • Pencemaran air yang berdampak pada kualitas air permukaan dan kesehatan masyarakat.

Rekomendasi Penanganan Lingkungan Saat Demonstrasi

Untuk meminimalisir dampak lingkungan yang merugikan, diperlukan strategi penanganan cepat di lapangan, di antaranya:

  1. Pengendalian Polusi Udara

    • Cegah pembakaran ban/sampah melalui patroli preventif.

    • Gunakan gas pengendali massa secara terbatas di area terbuka.

    • Distribusi masker kepada massa untuk mengurangi paparan polusi.

  2. Pengelolaan Sampah

    • Sediakan drop point sampah sementara.

    • Libatkan relawan lingkungan/mahasiswa untuk edukasi dan monitoring.

  3. Perlindungan RTH

    • Pasang barikade sementara di taman kota dan jalur hijau.

    • Tempatkan petugas kebersihan dan taman di lokasi rawan.

  4. Pencegahan Pencemaran Air

    • Tutup inlet drainase dengan jaring sementara agar sampah tidak masuk.

    • Hindari penggunaan bahan kimia berlebihan pada water cannon.

  5. Kolaborasi Multi-Pihak

    • Bentuk posko lingkungan darurat dengan sensor kualitas udara portabel, distribusi air minum bersih, dan edukasi massa.

    • Pemda berkolaborasi dengan LSM untuk membentuk tim “Green Action Support” yang siaga saat aksi.

  6. Edukasi Massa Aksi

    • Kampanye “Demo Ramah Lingkungan” dengan ajakan membawa botol minum sendiri, tidak membakar ban, dan menjaga kebersihan.

Kesimpulan

Demonstrasi sebagai sarana demokrasi tidak harus bertentangan dengan upaya menjaga keberlanjutan lingkungan. Dengan perencanaan yang baik, keterlibatan multi pihak, dan edukasi masyarakat, aksi massa tetap dapat berlangsung tanpa meninggalkan jejak kerusakan lingkungan yang besar. Pemerintah, aparat, aktivis, dan masyarakat sipil memiliki tanggung jawab kolektif untuk mewujudkan praktik demokrasi yang lebih hijau dan berkelanjutan.


Daftar Pustaka

  • Kaslow, O., et al. (2020). Tear gas: an epidemiological and mechanistic reassessment. The Lancet Respiratory Medicine, 8(9), 873-882.

  • Kusmana, C. (2019). Peran Ruang Terbuka Hijau dalam Mitigasi Perubahan Iklim Perkotaan. Jurnal Pengelolaan Lingkungan, 21(2), 77-88.

  • Rachmawati, R., et al. (2021). Dampak pencemaran air perkotaan akibat aktivitas sosial. Jurnal Ekologi dan Lingkungan Hidup, 15(3), 133-145.

  • Saputra, H., et al. (2022). Waste accumulation and flood risk in urban drainage systems: A case study in Jakarta. Environmental Monitoring and Assessment, 194(10), 678.

  • World Health Organization (WHO). (2021). Air pollution and health. Geneva: WHO.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Pulau Taliabu, Maluku Utara

Kabupaten Pulau Taliabu merupakan salah satu kabupaten di provinsi Maluku Utara, hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sula yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada 14 Desember 2012 di gedung DPR RI tentang Rancangan UU Daerah Otonomi Baru (DOB). Meskipun secara administratif merupakan bagian dari Maluku Utara, namun secara geografis letak Pulau Taliabu lebih dekat dengan Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah dibandingkan dengan jarak ke Kota Sofifi yang merupakan Ibu Kota Provinsi Maluku Utara di Pulau Halmahera. Tak heran jika perekonomian Pulau Taliabu sangat bergantung pada Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah karena hampir seluruh kebutuhan pokok diakses dari Luwuk bahkan tak jarang masyarakat melakukan rujukan kesehatan di Rumah Sakit yang terletak di sana, karena jika ke Kota Sofifi terlalu jauh berkali-kali lipat jaraknya jika dibandingkan akses ke Luwuk sehingga memakan waktu yang lama. Bobong yang terletak di Kecamatan Taliabu Barat mer...

Perspektif Hidup

  Bukan sebuah hal yang egois jika kita memiliki ambisi dan terkesan kurang simpatis terhadap orang lain, karena kita adalah pemeran utama dalam setiap series kehidupan kita. Tentang bagaimana orang lain itu hanya bagaimana kita menyikapinya saja. Mungkin kita hanya peran pembantu dikehidupan orang lain dan itu menjadi hal yang wajar karena mereka pun kita anggap demikian. Jadi kalimat "hidup tuh bukan tentang lu doang!" itu agak kurang pas, tapi ya balik lagi bahwa definisi hidup itu berbeda-beda karena setiap orang memiliki perspektif masing-masing dalam menjalaninya.

Memafkan

 Membalaskan keburukan seseorang memanglah bukan perbuatan yang baik, akan terasa tidak adil jika perbuatannya hanya selesai dengan kata maaf. Namun perlu disadari, pada momentum inilah yang nantinya akan mempertemukan duel dengan melawan diri sendiri. Persentase menang melawan diri sendiri sangatlah tipis, hanya seseorang yang berjiwa kesatrialah yang memenangkannya.