Heri adalah siswa kelas III SD, ia merupakan anak yang baik dan cukup cermat dalam belajar. Terbukti saat kelas II ia beberapa kali mendapatkan nilai nol namun tetap menjadi salah satu siswa terbaik di kelasnya dengan memperoleh peringkat 8 (delapan) dari 58 siswa.
Saat di kelas ia menjadi siswa pada umumnya, belajar, mengerjakan PR, piket kelas, jajan dan bermain. Namun sayang selama di kelas III ia mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan, gurunya saat itu memarahinya karena kemampuan menghafal Heri yang kurang baik. Saat itu hafalan perkalian, ia diminta gurunya untuk coba kedepan namun Heri belum hafal akan perkalian 7 dan 8 saat itu gurunya mengatakan hal yang tidak sepantasnya "kamu bodoh ya". Seketika Heri pun merasa dipermalukan dan sangat sedih akan kejadian tersebut, ia mencoba untuk tidak menyerah dan berusaha untuk terus menghafal.
Selang beberapa waktu, kali ini semua siswa diminta untuk menuliskan apa yang mereka makan seperti nasi, lauk, sayur, buah dan minum selama 1 (satu) minggu. Heri pun melakukannya dengan sungguh-sungguh dan menuliskan segala sesuatu yang memang ia makan. Bahkan ia memilih untuk memakan buah yang bervariasi agar tulisannya lebih menarik. Tak disangka saat penyerahan tugas gurunya kembali memarahinya, "kamu jangan berbohong, masa tiap hari makan buah berbeda? bahkan dihari yang sama bisa berbeda-beda. Jangan diulangi lagi ya!". Seketika perasaannya hancur, tidak disangka justru malah menjadi masalah. Perasaannya semakin sakit saat ada anak lain yang menuliskan menu nasi yang berbeda yaitu putih dan merah, namun respon guru sangat berbeda. "Wahh ini ada nasi merah bervariasi sekali ya", "Iya bu, orang tua saya jualan beras soalnya kebetulan ada beras merah".
Hati Heri sangat sakit saat itu, respon guru kepadanya dengan ke anak lain sangatlah berbeda. Andai saja responnya sama mungkin ia akan bisa menjelaskan karena ayah Heri merupakan seorang pedang buah keliling. Heri sudah mengerjakan tugas dengan cara yang jujur dan benar, namun sikap guru yang kurang pantas membuatnya lagi-lagi bersedih.
Heri menyimpan kekecewaan yang sangat besar dan merasa ingin membuktikan bahwa dirinya tidak seperti apa yang gurunya pikirkan.
Saat itu guru sedang bercerita terkait pencapaian anaknya yang pintar dan mampu mendapat ranking 3 di kelas IV. Seketika Heri merasa tertantang dan ingin membuktikan bahwa ia lebih baik dari anaknya. Namun sayang di kelas III ini sampai akhir Heri tidak mendapatkan ranking bahkan tidak ada pengumuman terkait peringkat.
Memasuki jenjang kelas IV, Heri masih merasa sesak dengan perlakukan gurunya di kelas sebelumnya. Ia selalu mengingat kejadian tersebut dan menjadikan hal tersebut motivasinya agar lebih baik. Ia tak ingin kejadian di kelas sebelumnya terulang kembali dan ia bertekat akan menjadi yang terbaik di sekolah.
Heri di kelas IV menjadi sosok yang luar biasa, ia selalu bisa diandalkan oleh gurunya yang saat ini. Guru kelas IV mampu merubahnya menjadi siswa yang berprestasi, nilai dan pengetahuannya terus meningkat. Tak jarang Heri selalu mengajak diskusi gurunya dan membahas terkait pelajaran maupun pengetahuan umum. Gurunya pun sangat senang dengan murid seperti Heri, bahkan Heri kerap menjadi lawan bermain catur dan selalu mengalahkan gurunya.
Kerja keras Heri mulai terlihat hasilnya, selain gurunya di kelas IV mengakui kemampuannya, rekan-rekannya pun mulai memandangnya sebagai anak yang cerdas. Bahkan prestasi Heri mulai terdengar oleh guru kelas III nya.
Semester ganjil Heri memperoleh ranking 3 dikelas, ia pun tersenyum karena dapat mengimbangi anak guru kelas III nya yang waktu itu mendapat ranking 3 juga. Semangat Heri terus membara dan berjanji untuk jadi nomor 1. Namun sayang ketika akhir semester ia hanya mampu menjadi ranking 2 di kelasnya. Meski tekatnya belum tercapai, perkembangan dan prosesnya sudah mulai terasa hasilnya.
Usaha dan kerja kerasnya terus dilakukan, semangat yang tak tergoyahkan terus membara. Ucapan guru kelas III terus ia ingat, Heri tak ingin kejadian itu terulang kembali. Ia tak ingin di cap sebagai anak nakal, anak bodoh dan tiada arti. Hingga pada akhirnya saat menempuh kelas V SD ia mampu membuktikan bahwa dirinya menjadi yang terbaik. Heri sukses menjadi ranking 1 di kelas V dan VI baik pada semester ganjil maupun semester akhir.
Perilaku guru kelas III merupakan perilaku yang sangat mengecewakan sebagai guru, tidak sepantasnya seorang guru mengatakan hal seperti itu. Tidak semua siswa seperti Heri yang mampu merubah amarah menjadi tekat positif, mungkin sebagian bisa saja jika mengalami justru menjadi trauma dan malah enggan bersekolah, yang mana berdampak buruk karena mematikan masa depan anak bangsa. Berbeda dengan guru kelas IV yang mampu memberikan suasana positif dan membangun, sehingga siswa seperti Heri mampu mengembangkan kemampuan dalam hal positif.
Komentar
Posting Komentar