Langsung ke konten utama

Tragedi Minamata di Jepang

 Sekitar tahun 1956 ratusan ribu warga kota Minamata, Jepang secara misterius mengalami kelumpuhan, gangguan saraf, kanker, bahkan sampai meninggal dunia. Tidak ada yang menduga desa nelayan yang asri kaya akan sumber daya alam justru menjadi sebuah nama yang menyeramkan. Daerah ini sekarang menjadi terkenal bukan kemajuan peradabannya melainkan menjadi sebuah nama penyakit yang disebabkan oleh satu zat beracun bernama merkuri.

 

Dikelilingi oleh pegunungan dan perbukitan di tiga sisi, kota Minamata membentang di lajur sungai Minamata yang bermuara ke laut. Iklimnya hangat dan kota ini meliputi area seluas 162,88 kilometer persegi. Pegunungan bervegetasi subur merupakan wajah dari sebagian besar kawasan perkotaan. Sedangkan dusun-dusun tersebar di sepanjang jalan dan pinggir sungai. Tujuh puluh persen penduduk berada di daerah perkotaan, demikian pula toko-toko dan pusat perbelanjaan.

 

Desa Minamata mulai dibangun pada tahun 1889. Daerah ini merupakan kawasan penghasil garam. Dengan total 2.325 rumah dan populasi 12.040, Minamata tidak lagi menjadi desa pertanian dan nelayan kecil. Nippon Nitrogen Fertilizer Corporation, pendahulu Chisso Corporation, didirikan pada tahun 1908. Setelah itu, kawasan Minamata pun mengalami kemajuan selaras dengan pertumbuhan perusahaan.

 

Minamata mengalami perkembangan pesat saat koneksi kereta api dan infrastruktur lainnya diletakkan disana. Setelah Jepang bangkit dari kehancuran akibat perang dunia kedua, Minamata didaulat menjadi sebuah kota pada tahun 1949, dan mengambil langkah penting menuju modernitas. Populasi mencapai puncaknya pada tahun 1956 yaitu sebanyak 50.461 orang, saat batas kota digambar ulang untuk memasukkan desa Kugino.

 

Sekitar 200 sampai 600 ton limbah merkuri dibuang begitu saja ke teluk Minamata sejak tahun 1932 hingga 1968 oleh pabrik kimia Chisso Corporation yang beroperasi di Minamata. Chisso Corporation merupakan pabrik pupuk kimia, asam asetat, vinil klorida, dan plasticizer (zat pelentur plastik). Limbah ini terakumulasi secara biologis dalam kehidupan laut setempat yang kemudian dikonsumsi oleh populasi secara langsung.

 

Keanehan mulai terlihat di pertengahan 1950 ketika banyak kucing yang kejang-kejang dan jatuh ke laut. Tidak lama, penyakit aneh mulai bermunculan di seluruh penjuru kota. Warga yang terpapar merkuri menunjukkan suatu gejala yang sangat merusak. Banyak warga mengeluhkan mati rasa sekujur tubuh, kesulitan dalam mendengar dan melihat, serta tremor pada tangan dan kaki. Beberapa orang bahkan terlihat seperti kurang waras, berteriak tanpa henti dan kehilangan kendali atas tingkah lakunya.

Beberapa kasus pada ibu hamil banyak yang mengalami keguguran adapun bayi yang terlahir harus menderita kekurangan fisik dan keterbelakangan mental seumur hidup. Merkuri meracuni janin melalui plasenta, saat ibu bayi mengkonsumsi makanan laut yang telah terkontaminasi limbah selama masa kehamilan.

 

Masyarakat yang mayoritas sebagai nelayan, mengonsumsi ikan dari teluk Minamata hampir setiap hari dan tanpa disadari, ikan yang tadinya menyehatkan justru menjadi ancaman. Wabah penyakit ini menyergap kawasan yang terletak di sekitar Teluk Minamata. Sebanyak 2.265 individu di kawasan tersebut terserang dan dilaporkan 1.784 korban meninggal karena keracunan yang diakibatkan oleh merkuri.

 

1 Maret 1956, seorang dokter di Jepang mempublikasikan laporan kasus epidemi yang menyerang sistem saraf pusat. Ini adalah temuan resmi pertama yang menandakan kemunculan penyakit minamata yang disebabkan oleh keracunan merkuri. Warga yang tak terima menuntut Chisso Corporation untuk bertanggung jawab. Alhasil, pihak perusahaan harus mengeluarkan dana sebesar 2 milyar Yen per tahun untuk biaya terapi dan ongkos berobat. Angka itu tidak ada artinya ketimbang penderitaan yang harus dialami warga yang terdampak. Atas desakan pemerintah, Chisso Corporation akhirnya menghentikan produksi asam asetatnya di tahun 1968.

 

Hingga bulan Maret 2001, lebih dari 10.000 orang telah menerima remunerasi dari Chisso untuk mengkompensasi penyakit yang disebabkan oleh limbahnya. Tahun 2004, Chisso Corporation telah membayar kompensasi sebesar $86 juta, dan pada tahun yang sama, perusahaan ini diminta untuk membersihkan kontaminasinya

 

Karena tragedi itu sangat menyedihkan dan memberi banyak pelajaran bagi kehidupan manusia, minamata kemudian dinamakan menjadi penyakit yang berkaitan dengan keracunan merkuri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Pulau Taliabu, Maluku Utara

Kabupaten Pulau Taliabu merupakan salah satu kabupaten di provinsi Maluku Utara, hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sula yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada 14 Desember 2012 di gedung DPR RI tentang Rancangan UU Daerah Otonomi Baru (DOB). Meskipun secara administratif merupakan bagian dari Maluku Utara, namun secara geografis letak Pulau Taliabu lebih dekat dengan Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah dibandingkan dengan jarak ke Kota Sofifi yang merupakan Ibu Kota Provinsi Maluku Utara di Pulau Halmahera. Tak heran jika perekonomian Pulau Taliabu sangat bergantung pada Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah karena hampir seluruh kebutuhan pokok diakses dari Luwuk bahkan tak jarang masyarakat melakukan rujukan kesehatan di Rumah Sakit yang terletak di sana, karena jika ke Kota Sofifi terlalu jauh berkali-kali lipat jaraknya jika dibandingkan akses ke Luwuk sehingga memakan waktu yang lama. Bobong yang terletak di Kecamatan Taliabu Barat mer...

Perspektif Hidup

  Bukan sebuah hal yang egois jika kita memiliki ambisi dan terkesan kurang simpatis terhadap orang lain, karena kita adalah pemeran utama dalam setiap series kehidupan kita. Tentang bagaimana orang lain itu hanya bagaimana kita menyikapinya saja. Mungkin kita hanya peran pembantu dikehidupan orang lain dan itu menjadi hal yang wajar karena mereka pun kita anggap demikian. Jadi kalimat "hidup tuh bukan tentang lu doang!" itu agak kurang pas, tapi ya balik lagi bahwa definisi hidup itu berbeda-beda karena setiap orang memiliki perspektif masing-masing dalam menjalaninya.