Langsung ke konten utama

Tragedi Love Canal

  Mungkin hanya sebagian orang yang mengetahui tentang cerita tragis dibalik bencana Love Canal, yang merupakan salah satu bencana lingkungan terbesar di Amerika Serikat, atau bahkan di dunia. Sebuah kanal di sekitaran Sungai Niagara yang dibangun oleh William T. Love pada 1980 ini gagal diluncurkan sebagai salah satu monumen di kota yang direncanakan menjadi model kota sempurna. Konflik pemerintahan ditambah teknologi kelistrikan yang minim pada saat itu membuat kanal ini akhirnya tidak dapat beroperasi dan menjadi seonggok lahan kosong dengan luas 24.000m2 dengan kedalaman hingga 40 meter.


Love Canal merupakan sebuah kawasan yang terletak di Niagara Falls, New York, yang menjadi subjek perhatian nasional dan internasional karena kontroversi dalam kasus lingkungan hidup. Ditemukan 22.000 ton limbah beracun yang telah terkubur di dalam kanal oleh perusahaan Hooker Chemical. Tahun 1836, pemerintah Amerika melakukan survei di wilayah Niagara untuk mencari lokasi yang cocok bagi pembuatan sebuah terusan yang akan menghubungkan danau Erie dan Ontario. Kemudian dipilihlah lokasi agak ke hulu dari sungai Niagara yang akan menembus ke kota Lewiston di arah hilir sungai dengan mengitari air terjun Niagara. Di Lewiston rencananya akan dibangun pembangkit listrik tenaga air, karena pada masa itu dipandang sangat tidak ekonomis mengalirkan arus listrik ke wilayah Niagara Falls yang disuplai dari tempat yang berjarak sangat jauh. Setahun kemudian, terjadinya depresi ekonomi di Amerika dan oleh sebab-sebab lain maka rencana konstruksi proyek itu terhenti. Muncullah seorang pengusaha kaya bernama William T. Love yang pada tahun 1892 membangkitkan kembali rencana lama dan memimpikan sebuah model kota industri diwilayah Niagara Falls yang memiliki pusat listrik tenaga air dengan memanfaatkan air sungai Niagara.

 

Seiring dengan berkembangnya industri yang berlokasi di sepanjang aliran sungai Niagara pada masa itu, terusan ini juga akan memberikan jalan tembus bagi transportasi kapal dengan tanpa melalui air terjun yang memang tidak mungkin dilalui. Maka pada tahun 1894, pekerjaan pembuatan terusan yang kemudian disebut dengan Love Canal, mulai dikerjakan. Namun sayang, beberapa tahun kemudian depresi ekonomi yang hebat kembali melanda seluruh Amerika, dan proyek ini pun kehilangan dukungan keuangan.

 

Adanya penemuan baru yang memungkinkan dibangunnya transmisi tenaga listrik jarak jauh secara lebih ekonomis maka pembangunan pembangkit listrik di wilayah Niagara Falls tidak lagi mempunyai arti strategis. Rentetan kejadian itu memaksa William T. Love harus melupakan impiannya. Pekerjaan penggalian yang baru berhasil diselesaikan sepanjang sekitar 1,6 km pun terhenti. Sejak saat itu hingga awal abad 20, Love Canal kemudian banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat berekreasi antara lain untuk berenang dan berperahu.

 

Tahun 1920, properti milik William T. Love ini dilelang secara umum dan akhirnya menjadi milik pemerintah yang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah. Tahun 1942 hingga 1952, Hooker Chemicals and Plastic Corp. mengambil alih kepemilikan Love Canal dan menggunakannya sebagai tempat pembuangan limbah kimia. Sekitar 21.000 ton limbah kimia yang kemudian diidentifikasi sebagai bahan kimia beracun telah ditimbun dilokasi ini. Hooker Chemicals lalu menutupnya dengan timbunan tanah buangan.

 

Tahun 1953, lokasi itu dijual kepada Departemen Pendidikan kota Niagara Falls dengan harga 1 dollar untuk seluruh lahan pembuangan. Sebelum kesepakatan terjadi Hooker Chemicals sempat menginformasikan bahaya yang mungkin akan terjadi dan terdapat perjanjian pelimpahan tanggung jawab terhadap akibat yang dapat ditimbulkan oleh timbunan limbah kimia dikemudian hari. Sehingga Hooker Chemicals bebas dari segala tuduhan bila ada kejadian buruk kedepannya.

 

Penggalian fondasi bangunan, penggunaan tanah liat pelapis limbah untuk pembangunan sekolah dan berbagai hal lain yang dikenakan pada Love Canal membuat lahan yang harusnya tersegel pun terekspos pada alam. Air hujan mulai membanjiri kanal yang kemudian membawa aliran zat kimia berbahaya menuju sekolah dan perumahan di sekitarnya. Beberapa tempat limbah bahkan terekspos sebagai genangan dan mirisnya dipakai bermain oleh anak-anak. Semakin berkembangnya jumlah penduduk maka Departemen Pendidikan pun membangun sekolah di atas bekas lokasi penimbunan serta menjual sebagian area itu untuk lokasi perumahan umum. Pada saat itu, kepada masyarakat yang membangun rumahnya tidak diberikan informasi yang memadahi tentang potensi bahaya yang mungkin timbul di lokasi itu.

 

Tahun 1958 tiga orang anak mengalami luka bakar akibat terpapar residu yang muncul ke permukaan. Seorang keluarga dilaporkan melahirkan anak dengan cacat fisik dan mental, tetapi hal ini dianggap alamiah. Tahun 1959 keluarga lain mendapat masalah di lantai bawah (basement) ditemukan lumpur hitam yang masuk kedalamnya. Segala upaya dilakukan untuk menghentikan kemunculan lumpur hitam, hingga pada akhirnya mereka membuat lubang untuk mengetahui apa yang terdapat dibalik tembok. Mengejutkan sejumlah besar cairan hitam masuk memnuhi ruangan. Sejak saat itu, masalah Love Canal mulai diketahui.

 

Suatu pagi di tahun 1974, satu keluarga mendapatkan kolam renang mereka menjadi lebih tinggi sekitar 60 cm. Ketika kolam ini dibongkar, galiannya pun langsung terisi air tanah berwarna kuning, biru dan ungu dengan sifat yang sangat tajam hingga dapat menghanguskan akar pohon di sekitarnya. Delapan bulan setelah kejadian dilakukan pengambilan sampel  udara di beberapa rumah daerah tersebut. Hasil pengukuran menunjukkan  bahwa udara di daerah tersebut  mengandung bahan-bahan toksik yang melebihi nilai ambang batas wajar. Survei kesehatan pun juga dimulai dan dijumpai bahwa keguguran spontan ternyata  250 kali lebih tinggi dibanding kondisi normal. Sampel darah yang diambil juga menunjukkan adanya indikasi kerusakan hati yang meningkat. Kelahiran cacat fisik dan mental menjadi sering dijumpai. Analisa lebih lanjut menemukan bahwa cemaran kimia dalam konsentrasi tinggi telah mencemari air tanah, termasuk diantaranya 11 jenis cemaran penyebab kanker seperti benzene, chloform dan trichloroethylene. Hooker Chemichal akhirnya mengeluarkan pernyataan bahwa sekitar 22.000 ton limbah kimia, diantaranya  200 ton trichlorophenol telah diurug dilahan tersebut.

 

Tahun 1976, air dari hujan lebat dan badai salju menyebabkan sejumlah besar limbah kimia bermigrasi ke permukaan dan terkontaminasi seluruh lingkungan. Tahun-tahun berikutnya daerah tersebut terserang berbagai penyakit dan banyak bayi yang lahir langsung meninggal, keguguran dan lahir cacat. Informasi saat ini dari Badan Zat Beracun dan Penyakit di Amerika Serikat, mengamati lebih dari 400 jenis bahan kimia di udara, air dan tanah dengan kandungan benzena yang sangat tinggi dan sudah diketahui karisinogenik.

 

Seiring berjalannya waktu pada masa itu, dilaporkan semakin sering adanya keluhan dari masyarakat yang tinggal di daerah tersebut, baik tentang adanya bau yang mengganggu dan munculnya material cair ke permukaan, termasuk di halaman taman bermain sekolah TK dan SD. Pemerintah kota lalu mengatasi dengan cara menimbunnya menggunakan lumpur dan tanah buangan. Namun laporan dan keluhan masyarakat masih saja terus berlangsung, hingga pemerintah kota menunjuk sebuah perusahaan konsultan untuk melakukan investigasi. Dilaporkan oleh perusahaan konsultan tentang adanya pencemaran bahan kimia di lokasi itu, lalu beberapa rekomendasi disampaikan kepada pemerintah kota guna mengatasi masalah tersebut. Sejauh itu, tidak ada tindakan apapun dari pemerintah kota Niagara Falls.

 

Hingga tahun 1978, lokasi di atas bekas Love Canal serta kawasan di sekitarnya semakin padat dan seakan-akan dilupakan orang. Lebih dari 800 rumah pribadi telah dibangun, 240 apartemen sederhana untuk masyarakat ekonomi lemah telah didirikan, sebuah Sekolah Dasar dibangun tepat di atas pusat lokasi timbunan, serta dua sekolah lainnya berada dikawasan sekitarnya. Puncak keresahan masyarakat pun terjadi pada bulan April 1978, ketika seorang reporter koran “Niagara Gazette” menurunkan artikel bersambung tentang limbah berbahaya di kawasan Niagara Falls termasuk lokasi bekas penimbunan limbah Love Canal. Masyarakat pun semakin gencar menyampaikan keluhannya dan menuntut kepada pemerintah untuk segera menindak-lanjuti. Masyarakat pun mulai memperhatikan tentang resiko kesehatan dan adanya berbagai masalah kesehatan yang dialami. Sejak saat itu, masalah pencemaran di bekas lokasi Love Canal mulai mencuat ke permukaan. Pemerintah negara bagian New York lalu menurunkan timnya guna melakukan penelitian lapangan termasuk studi kesehatan terhadap masyarakat yang tinggal disekitar lokasi Love Canal. Berbagai tindakan nyata mulai dilakukan oleh Departemen Kesehatan negara bagian New York. Pada saat yang sama muncul tuntutan agar Sekolah Dasar yang ada disana segera ditutup. Berbagai pertemuan antara pemerintah dan masyarakat juga mulai dilakukan guna membahas berbagai ancaman kesehatan.

 

Tanggal 2 Agustus 1978, Departemen Kesehatan negara bagian New York menyatakan masalah Love Canal sebagai keadaan darurat kesehatan bagi negara bagian New York. Sekolah Dasar segera ditutup, para ibu hamil dan anak di bawah usia 2 tahun segera diungsikan. Pada tanggal 7 Agustus 1978, Presiden Jimmy Carter menyatakan kawasan Love Canal sebagai bencana nasional dan akan segera mengucurkan dana guna memindahkan 239 keluarga yang tinggal di atas bekas lokasi timbunan. Sementara itu, berbagai topik bahasan dan isu lingkungan masih terus berlanjut. Berbagai tuntutan silih berganti masuk pengadilan baik oleh pihak masyarakat yang tinggal di kawasan Love Canal kepada pemerintah maupun Occidental Petroleum (induk perusahaan Hooker Chemicals), juga tuntutan oleh pemerintah kepada Hooker Chemicals dan Occidental Petroleum. Umumnya tuntutan berkaitan dengan masalah tanggung jawab terhadap resiko kesehatan, pengamanan lingkungan maupun ganti rugi. Berbagai riset dan studi berkaitan dengan masalah-masalah lingkungan dan kesehatan juga terus dilakukan.

 

Pada tanggal 1 Oktober 1980, Presiden Jimmy Carter mengunjungi Niagara Falls dan menandatangani pendanaan guna mengungsikan lagi semua masyarakat yang masih menginginkan pindah dari lokasi itu. Lokasi bekas Love Canal kini telah ditutup dengan lapisan plastik, lempung dan tanah (topsoil) dan lalu dipagar keliling. Di luar kawasan berpagar itu, pada tahun 1988 telah dinyatakan sebagai kawasan layak huni. Sejak tahun 1995, Occidental Chemical mengambil alih semua operasi pusat pengolahan limbah kimia yang didirikan di lokasi itu. Tak terhitung lagi berapa biaya yang telah dikeluarkan baik oleh pemerintah Amerika maupun Occidental Petroleum. Berdaarkan angka-angka yang dipublikasikan, tercatat ratusan juta dollar telah dikeluarkan untuk pemindahan penduduk, pembersihan dan pengelolaan bekas timbunan, riset dan berbagai studi terkait, belum termasuk gangguan kesehatan yang dialami masyarakat serta anak-anak yang meninggal dunia. Pihak Occidental tidak dapat menutup mata bahwa dari salah satu bahan kimia buangan yang mengandung dioxin saja, akan cukup untuk membunuh 700 juta manusia.


Tragedi ini sangat membekas di masyarakat Amerika hingga meninggalkan trauma mendalam, bahkan Badan Perlindungan Lingkungan Amerika (EPA) pernah menginginkan mengganti nama Love Canal menjadi Sunrise City, agar kata Love Canal tidak ada lagi dalam perbendaharaan kata di Amerika. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hal Tentang Kota Medan, Sumatera Utara

  Medan  adalah   ibu kota   provinsi   Sumatera Utara ,   Indonesia .  Sejarah Medan  berawal dari sebuah kampung yang didirikan oleh  Guru Patimpus  di pertemuan  Sungai Deli  dan Sungai Babura. Hari jadi Kota Medan ditetapkan pada 1 Juli 1590. Selanjutnya pada tahun 1632, Medan dijadikan pusat pemerintahan  Kesultanan Deli , sebuah kerajaan  Melayu . Bangsa Eropa mulai menemukan Medan sejak kedatangan John Anderson dari  Inggris  pada tahun 1823. Peradaban di Medan terus berkembang hingga Pemerintah  Hindia Belanda  memberikan status kota pada 1 April 1909 dan menjadikannya pusat pemerintahan  Karesidenan Sumatera Timur . Memasuki abad ke-20, Medan menjadi kota yang penting di luar Pulau Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Beikut adalah 10 hal menarik mengenai Kota Medan : 1. Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di   Indonesia   setelah   DKI Jakarta , dan   Surabaya   serta kota terbesar di luar Pulau   Jawa , sekaligu

Mengenal Pulau Taliabu, Maluku Utara

Kabupaten Pulau Taliabu merupakan salah satu kabupaten di provinsi Maluku Utara, hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sula yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada 14 Desember 2012 di gedung DPR RI tentang Rancangan UU Daerah Otonomi Baru (DOB). Meskipun secara administratif merupakan bagian dari Maluku Utara, namun secara geografis letak Pulau Taliabu lebih dekat dengan Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah dibandingkan dengan jarak ke Kota Sofifi yang merupakan Ibu Kota Provinsi Maluku Utara di Pulau Halmahera. Tak heran jika perekonomian Pulau Taliabu sangat bergantung pada Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah karena hampir seluruh kebutuhan pokok diakses dari Luwuk bahkan tak jarang masyarakat melakukan rujukan kesehatan di Rumah Sakit yang terletak di sana, karena jika ke Kota Sofifi terlalu jauh berkali-kali lipat jaraknya jika dibandingkan akses ke Luwuk sehingga memakan waktu yang lama. Bobong yang terletak di Kecamatan Taliabu Barat mer

Petani Melahirkan Direktur

 Kali ini tentang cerita dari seorang Direktur hebat di salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang pertanian. Sebut saja Asmono, beliau merupakan seorang yang terlahir dari keluarga petani. Hidup dilingkungan perkampungan yang cukup jauh dari peradaban kota. Mimpinya saat itu menjadi seorang insinyur pertanian yang hebat.  Minimnya informasi dan sarana prasarana membuat perkembangan dilingkungannya tertinggal. Insinyur merupakan sebuah pekerjaan yang sangat diimpikan banyak orang disana, dan untuk mencapainya sangatlah sulit. Banyak anak muda yang memimpikan namun usahanya belum dapat maksimal baik dari diri sendiri yang belum mampu, ataupun faktor eksternal seperti, ekonomi keluarga yang belum memadai untuk biaya kuliah yang mahal, kekurangan informasi, mindset masyarakat yang enggan untuk berpendidikan tinggi hingga arahan orang tua yang menginginkan anaknya untuk meneruskan pekerjaan orang tuanya saja mengelola ladang dan sawah. Berbeda dengan anak muda kebanyakan Asmono ju