Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021, Pencemaran Udara adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lainnya ke dalam Udara Ambien (udara bebas) oleh kegiatan manusia sehingga melampaui Baku Mutu Udara Ambien yang telah ditetapkan.
Mutu Udara adalah ukuran kondisi udara pada waktu dan tempat tertentu yang diukur dan/atau diuji berdasarkan parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencemaran Udara dapat berupa Polutan Partikulat dan Gas. Kriteria Polutan yang diatur dalam baku mutu udara ambien adalah CO, SO2 , NO2, O3 dan NMHC untuk polutan gas dan PM2,5, PM10, TSP, dan Pb untuk polutan partikulat.
Adapun perencanaan yang perlu dilakukan dalam pengelolaan pencemaran udara diantaranya :
- Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara yang selanjutnya disingkat RPPMU adalah perencanaan yang memuat potensi, masalah, dan upaya Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara dalam kurun waktu tertentu.
- Wilayah Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara yang selanjutnya disingkat WPPMU adalah wilayah yang dibagi dalam beberapa area untuk perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara.
Komponen Pengelolaan Pencemaran Udara :
- Menetapkan hukum dan peraturan perundangan
- Menganalisis sumber pencemaran udara
- Melakukan inventarisasi emisi dari berbagai sumber pencemaran udara
- Melakukan pemantauan (monitoring) udara ambien
- Melakukan pemodelan pencemaran udara menggunakan model dispersi
- Melakukan analisis data dan interpretasi untuk menilai dampak dan risiko pencemaran udara
- Menetapkan perencanaan strategi pengendalian dan pengembangan untuk memperbaiki kualitas udara
WHO menyatakan 1 (satu) dari 8 (delapan) orang di dunia meninggal akibat pencemaran udara. Ozon udara ambien dapat menyebabkan penyakit asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). Berdasarkan matriks DALYs (Disability-Adjusted Life Years), penyakit asma masuk ke dalam 25 penyakit terbanyak di dunia, sedangkan PPOK termasuk ke dalam 10 penyakit terbanyak di dunia (Octaviani & Utami, 2014).
PM2,5
Semakin tinggi konsentrasi PM2,5 akan menghasilkan semakin tinggi persentase kematian berdasarkan hasil studi epidemiologi menggunakan pendekatan time series oleh Joel Schwartz pada tahun 2002.
Berikut tabel baku mutu udara dan target sementara (interim target) WHO untuk Particulate Matter (PM): Konsentrasi rata-rata tahunan
PM 10
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Joel Schwartz pada tahun 2002 dengan judul paper The effects of particulate air pollution on daily deaths: A multi-city case crossover analysis menyimpulkan bahwa, jika pada konsentrasi PM10 10 𝜇 g/m3 (annual) terjadi kematian harian sejumlah 10.000 jiwa (per 1.000.000 jiwa dan daily dead rate = 1%), maka pada PM10 20 𝜇g/m3 (annual) akan terjadi peningkatan kematian harian sebesar 750 jiwa, sehingga kematian harian menjadi 10.750 jiwa (per 1.000.000 jiwa dan daily dead rate = 1,075%).
Jumlah Kematian = %daily deaths rate x (1 + %Change in Daily Deaths) x Populasi
Ozone (O3)
Berdasarkan paper Monitoring the impact of ambient Ozone on human health using time series analysis and air quality model approaches (Javanmardi et al., 2017) menyatakan bahwa :
- Pada konsentrasi Ozone dalam udara ambien sebesar 100 𝜇g/m3 (annual), terjadi kasus kematian dikarenakan kardiovaskular sejumlah 50 jiwa (tingkat kematian per 100.000 populasi).
- Pada konsentrasi Ozone dalam udara ambien sebesar 100 𝜇g/m3 (annual), terjadi kasus kematian dikarenakan serangan jantung sejumlah 60 jiwa (tingkat kematian per 100.000 populasi).
Baku mutu ozon (tahunan) pada PP 22/2021 yaitu sebesar 35 𝜇g/m3 jauh dibawah nilai hasil penelitian, dan nilai ini pun dijadikan acuan dalam penentuan baku mutu tiap kelas di WPPMU.
Timbal (Pb)
Berdasarkan paper Children’s blood lead and standardized test performance response as indicators of neurotoxicity in metropolitan New Orleans elementary schools yang diteliti oleh S. Zahran, H.W. Mielke, S. Weiler, K.J. Berry, C. Gonzales pada tahun 2009. Pada anak yang terpapar Pb dalam darahnya sebesar 0 - 2,4 𝜇g/dL, umumnya memiliki skor test prestasi sebesar 2,6 – 3,1. Dan seterusnya dengan pola hubungan berlawanan arah (semakin tinggi paparan Pb maka anak akan semakin rendah prestasi). Terdapat pengaruh antara paparan Pb terhadap kesehatan saraf anak, sehingga mempengaruhi prestasi anak dalam test di sekolah. Riset – riset sebelumnya juga menunjukkan hal yang senada, yaitu dengan terjadinya paparan Pb dalam darah (BPb) akan mempengaruhi IQ sehingga terjadinya penurunan kapasistas pembelajaran di sekolah.
Benzene (MNHC)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahvaz (Iran) pada tahun 2017 dengan judul paper Exposure To Benzene: A Major Public Health Concern (WHO, 2019) menunjukan bahwa pada konsentrasi tertentu, NMHC (benzene) akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Semakin tinggi konsentrasi Benzene dalam udara ambien, maka akan semakin berbahaya dampak kesehatannya. Paparan benzena pada manusia telah dikaitkan dengan berbagai efek kesehatan dan penyakit akut dan jangka panjang, termasuk kanker dan anemia aplastik.
Di Indonesia berdasarkan PP 22/2021 baku mutu Hidrokarbon Non Metana (NMHC) pada waktu pengukuran 3 jam yaitu sebesar 160 𝜇g/m3 nilai ini dijadikan acuan dalam penentuan baku mutu di tiap kelas WPPMU.
Sulfur Dioksida (SO2)
Penelitian yang dilakukan oleh Michelle L. Bell, Jonathan M. Samet dan Francesca Dominici pada tahun 2004 yang berjudul Time-series Studies Of Particulate Matter dengan Traceback Time-series analysis dari data Kematian Harian dan data Konsentrasi SO2 yang terjadi pada Tragedi London Smog tahun 1952 di Kota London, Inggris menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi SO2 dalam udara ambien, maka akan semakin tinggi tingkat kematian (berdasarkan tragedi London Smog, terjadi kematian yang cukup signifikan dikarenakan konsentrasi SO2 berlebih dalam udara ambien). Tren menunjukkan bahwa dengan rerata konsentrasi SO2 sebesar 0,39 ppm, terjadi kematian sebesar 565 jiwa. Pendekatan time -series analysis menggambarkan hubungan antara perubahan jangka pendek tingkat konsentrasi polusi dengan perubahan jangka pendek dalam kematian harian.
Nitrogen Dioksida (NO2)
- Menghirup udara dengan konsentrasi NO2 yang tinggi dapat mengiritasi sistem pernapasan manusia. Paparan seperti itu dalam waktu singkat dapat memperburuk penyakit pernapasan, terutama asma, dan berpotensi meningkatkan kerentanan terhadap infeksi saluran pernapasan. Orang dengan asma, serta anak-anak dan orang tua umumnya berisiko lebih besar terhadap efek kesehatan dari emisi NO2.
- NO2 bersama dengan NOx lainnya bereaksi dengan bahan kimia lain di udara untuk membentuk materi partikulat dan ozon. Keduanya berbahaya bila dihirup karena efeknya pada sistem pernapasan.
- Semakin tinggi konsentrasi rerata NO2 dalam udara ambien, maka akan semakin tinggi peluang relatif untuk gejala pernapasan bagian bawah pada anak, sehingga semakin banyak anak yang terdampak dan mengalami gejala gangguan pernapasan bagian bawah. Pada konsentrasi rerata NO2 dalam udara ambien sebesar 7 𝜇g/m3 (annual), terjadi kasus gangguan saluran pernapasan bagian bawah pada 263 jiwa anak. Pada konsentrasi rerata NO2 dalam udara ambien sebesar 14 𝜇g/m3 (annual), terjadi kasus kematian dikarenakan serangan jantung sejumlah 360 jiwa anak.
Association of indoor nitrogen dioxide with respiratory symptoms and pulmonary function in children (Neas, L. M., et al, 1991).
Karbon Monoksida (CO)
Semakin tinggi konsentrasi CO dalam udara ambien, maka akan semakin tinggi %COHb dalam darah yang berdampak pada kesehatan. Pada konsentrasi tertentu, CO dalam udara ambien akan berpengaruh pada %COHb dalam darah, sehingga akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Efek CO dalam konsentrasi yang ditemui secara klinis sepenuhnya didasarkan pada kombinasinya dengan hemoglobin, perpindahan oksigen, dan gangguan akibatnya sistem transportasi O2. Karbon monoksida bersaing dengan O2 untuk tempat pengikatan pada molekul hemoglobin, dan karboksihemoglobin (COHb) tanpa fungsi praktis sebagai pembawa O2. Karena afinitas CO untuk hemoglobin adalah 230 menjadi 270 kali lebih besar dari O2, yang terakhir dengan cepat dipindahkan dan kapasitas pembawa O2 secara bersamaan berkurang. Jadi, konsentrasi CO yang sangat kecil menyebabkan tinggi Tingkat COHb. (Winter & Miller, 1976).
Komentar
Posting Komentar